Selasa, 08 November 2016

Kenali 5 pemicu stress pada anak

Saat ini stres tidak hanya terjadi pada orang dewasa, namun telah merambah pada dunia anak-anak dan remaja. Sebuah survei yang dilakukan WebMD secara nasional di Amerika menemukan bahwa 72% anak-anak memiliki perilaku negatif karena stres, dan 62% anak-anak menunjukkan gejala fisik seperti sakit kepala dan sakit perut.
Survei yang serupa dilakukan oleh the American Psychological Associations Stress pada remaja usia sekolah menengah atas (SMA). Mereka menemukan bahwa para remaja tersebut rata-rata memiliki tingkat stres di atas orang dewasa. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah "apakah yang menjadi penyebab stres pada anak-anak dan remaja ini?". Para ahli kemudian mengidentifikasi beberapa hal yang menjadi penyebabnya.

1.Perkembangan anak yang lebih cepat
Mungkin ini berkaitan erat dengan kemajuan teknologi. Banyak orang tua dan guru anak mengatakan bahwa 30 tahun yang lalu, anak-anak usia Taman Kanak-Kanak (TK) hanya diajarkan untuk melukis dengan jari dan menyusun balok.

Berdasarkan pada studi baru yang dilakukan oleh Boston University School of Medicine, saat ini, anak-anak usia tersebut setidaknya memiliki pekerjaan rumah (PR) yang membutuhkan waktu sekitar 25 menit. Sedangkan untuk anak kelas satu dan dua sekolah dasar (SD) mendapatkan PR dua sampai tiga kali dari jumlah yang direkomendasikan oleh Asosiasi Pendidikan Nasional.

Studi yang serupa dilakukan oleh the University of Virginia, dalam kurun waktu 1998-2015, waktu yang dibutuhkan anak TK untuk belajar membaca meningkat sebesar 25%. Sedangkan penurunan drastis terjadi pada pendidikan seni,musik, dan fisik.

2.Kurangnya waktu bermain
Beberapa kegiatan anak seperti olahraga, seni, ataupun musik sebenarnya membantu anak untuk terhindar dari stres. Sandra Hassink, presiden dari American Academy of pediatrics menyarankan bahwa penting bagi orang tua untuk memberikan mereka pengaturan waktu yang lebih longgar. Perhatikan porsi kegiatan yang harus diberikan kepada anak. Karena jika terlalu banyak kegiatan yang mereka lakukan, terutama terkait dengan pelajaran, mereka bisa menjadi kewalahan dan mulai mengalami stres.

Hal yang harus orang tua perhatikan adalah jadwal istirahat yang cukup bagi anak. Karena sebagian anak-anak masih belum bisa mengatur diri, kapan untuk istirahat. Asosiasi nasional untuk pendidikan anak dan remaja, menemukan bahwa sejak 2008 sistem sekolah telah mempersingkat waktu istirahat sebanyak 50 menit setiap minggu. Hal yang serupa juga terjadi pada pendidikan jasmani.

3.Kejenuhan media yang penuh dengan konten dewasa
Kemajuan teknologi saat ini memudahkan siapa saja untuk mengakses informasi. Berdekatan dengan berbagai media informasi instan memudahkan mereka untuk mengakses informasi yang sebenarnya tidak diperuntukkan untuk mereka. Terlebih berbagai unsur kekerasan, kompleksitas hubungan percintaan dewasa yang dikemas sebagai hiburan, memunculkan rasa ingin tahu dan pengaruh bagi pemikiran mereka.

Pantauan dari orang tua sangat dibutuhkan di sini. Hassink menyarankan agar para orang tua memperhatikan isi hiburan yang ditonton oleh anak-anak mereka. Memastikan isi tontonan yang sesuai untuk mereka. Dampinagn orang tua sangat dibutuhkan saat anak-anak mereka mengonsumsi tontonan publik agar dapat memastikan apa yang anak-anak petik dari tontonannya tersebut.

4.Tidak cukup tidur
Tekanan tugas sekolah dan daya tarik media sosial mengurangi jatah tidur anak-anak dan remaja. National Sleep Foundation menemukan bahwa banyak orang tua mengatakan bahwa anak-anak mereka mulai tidur setelah menyelesaikan PR dan setelah menyelesaikan beberapa kegiatan sekolah.

Tiga dari empat orang anak dengan kelompok usia 6-17 tahun memiliki satu perangkat elektronik di kamar tidurnya. Hal tersebut ternyata mampu memotong satu jam waktu tidur mereka. Sedangkan penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur dapat mempengaruhi memori, penilaian, dan suasana hati.

5.Masalah keluarga
Masalah keluarga seperti penyakit orangtua, tinggal terpisah dengan orangtua, pertengkaran dan bahkan perceraian orang tua dapat menjadi penyebab utama stres pada anak. Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun setidaknya terdapat 1,5 juta anak yang harus menghadapi perceraian kedua orang tua mereka.

Saat ini, studi menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga militer dengan catatan semua usia, mengalami kecemasan dan stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang lain. Hal lain yang bisa jadi pemicu stres pada anak, adalah stres yang dialami oleh orang tuanya sendiri. Dengan porsi yang sama untuk perhatian terhadap anak, orang tua juga harus memperhatikan diri mereka sendiri. Orang tua bisa melakukannya dengan menghabiskan waktu yang cukup untuk anak-anak. Cara ini bisa mengurangi stres pada anak dan juga pada orang tua sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar