Eksibisionisme merupakan sebuah bentuk gangguan kejiwaan. Mereka yang melakukannya tak lagi malu bila organ intim yang seharusnya tertutup terlihat orang asing.
Pernahkah Anda penasaran mengapa eksibisionis (pelaku eksibisionis) berani melakukan hal semacam ini? dr Andri, SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik, menjelaskan eksibisionisme umumnya dialami oleh mereka yang merasa inferior di depan lawan jenisnya.
Sponsor: Jasa Pembuatan Fanpage
Hal ini juga dijelaskan dalam beberapa literatur tentang eksibisionisme. "Akhirnya dia merasa seperti berkuasa, ketika ia mampu menakut-nakuti atau mendapatkan reaksi kaget dari orang lain ketika dia melakukan eksibisionisme tersebut," urainya kepada detikHealth.
Seperti dikutip dari www.minddisorders.com dan disarikan dari berbagai sumber, ada beberapa faktor yang diduga memicu seseorang hingga memiliki kecenderungan eksibisionisme, di antaranya:
1. Biologis
Secara biologis, ada pengaruh hormon testosterone yang kemudian mendorong si pelaku untuk melakukan perilaku seksual yang menyimpang.
2. Kekerasan di masa kecil
Sejumlah studi menyebut kekerasan emosional dan seksual yang dialami saat masih kanak-kanak ataupun kondisi broken home yang dihadapi seseorang di masa kecil berdampak signifikan pada munculnya kecenderungan ini.
3. Riwayat ADHD
Selain riwayat kekerasan di masa kecil, riwayat ADHD (attention-deficit hyperactivity disorder) juga dianggap berpengaruh terhadap munculnya gangguan mental ini. Alasannya belum diketahui, namun peneliti dari Harvard University menemukan pasien dengan gangguan paraphilia (ketertarikan seksual pada sesuatu yang tidak lazim seperti eksibisionisme) berpeluang lebih besar untuk mengalami ADHD di masa kecil.
4. Trauma kepala
Kebetulan ada beberapa kasus yang tercatat dalam literatur di mana para pria berubah menjadi eksibisionis pasca trauma kepala, tanpa disertai riwayat kekerasan di masa kecil.
Lantas mengapa kebanyakan eksibisionis adalah laki-laki? "Saya belum membaca lebih jauh lagi tentang ini tetapi memang data statistik dan prevalensinya lebih banyak pada laki-laki," tutup dr Andri.
Nyatanya sejumlah pakar menyebut definisi eksibisionisme di masyarakat cenderung bias gender. Padahal wanita yang berani membuka bajunya di depan cermin seolah-olah mendorong seseorang untuk melihat tubuhnya juga bisa digolongkan sebagai eksibisionis. Begitu pula dengan wanita yang mengenakan pakaian minim atau gaun dengan belahan rendah, hanya saja kondisi semacam ini sudah lebih bisa diterima dalam tataran sosial.
Bahkan sebuah literatur menyebut perbedaan nyata dari eksibisionisme pada dasarnya adalah 'wanita cenderung memperlihatkan segalanya tetapi tidak dengan kelaminnya, sedangkan pria buka-bukaan begitu saja'.
Pernahkah Anda penasaran mengapa eksibisionis (pelaku eksibisionis) berani melakukan hal semacam ini? dr Andri, SpKJ, FAPM dari Klinik Psikosomatik, menjelaskan eksibisionisme umumnya dialami oleh mereka yang merasa inferior di depan lawan jenisnya.
Sponsor: Jasa Pembuatan Fanpage
Hal ini juga dijelaskan dalam beberapa literatur tentang eksibisionisme. "Akhirnya dia merasa seperti berkuasa, ketika ia mampu menakut-nakuti atau mendapatkan reaksi kaget dari orang lain ketika dia melakukan eksibisionisme tersebut," urainya kepada detikHealth.
Seperti dikutip dari www.minddisorders.com dan disarikan dari berbagai sumber, ada beberapa faktor yang diduga memicu seseorang hingga memiliki kecenderungan eksibisionisme, di antaranya:
1. Biologis
Secara biologis, ada pengaruh hormon testosterone yang kemudian mendorong si pelaku untuk melakukan perilaku seksual yang menyimpang.
2. Kekerasan di masa kecil
Sejumlah studi menyebut kekerasan emosional dan seksual yang dialami saat masih kanak-kanak ataupun kondisi broken home yang dihadapi seseorang di masa kecil berdampak signifikan pada munculnya kecenderungan ini.
3. Riwayat ADHD
Selain riwayat kekerasan di masa kecil, riwayat ADHD (attention-deficit hyperactivity disorder) juga dianggap berpengaruh terhadap munculnya gangguan mental ini. Alasannya belum diketahui, namun peneliti dari Harvard University menemukan pasien dengan gangguan paraphilia (ketertarikan seksual pada sesuatu yang tidak lazim seperti eksibisionisme) berpeluang lebih besar untuk mengalami ADHD di masa kecil.
4. Trauma kepala
Kebetulan ada beberapa kasus yang tercatat dalam literatur di mana para pria berubah menjadi eksibisionis pasca trauma kepala, tanpa disertai riwayat kekerasan di masa kecil.
Lantas mengapa kebanyakan eksibisionis adalah laki-laki? "Saya belum membaca lebih jauh lagi tentang ini tetapi memang data statistik dan prevalensinya lebih banyak pada laki-laki," tutup dr Andri.
Nyatanya sejumlah pakar menyebut definisi eksibisionisme di masyarakat cenderung bias gender. Padahal wanita yang berani membuka bajunya di depan cermin seolah-olah mendorong seseorang untuk melihat tubuhnya juga bisa digolongkan sebagai eksibisionis. Begitu pula dengan wanita yang mengenakan pakaian minim atau gaun dengan belahan rendah, hanya saja kondisi semacam ini sudah lebih bisa diterima dalam tataran sosial.
Bahkan sebuah literatur menyebut perbedaan nyata dari eksibisionisme pada dasarnya adalah 'wanita cenderung memperlihatkan segalanya tetapi tidak dengan kelaminnya, sedangkan pria buka-bukaan begitu saja'.